Minggu, 03 Oktober 2010

Bayangan


 Oleh : d.wardhani


Aku merindukan dia. Sosok tegap dengan bola mata tajam yang seringkali bertautan dengan bola mataku. Senyum manisnya masih tergambar jelas di memoriku. Lima tahun bukan waktu yang singkat untuk menghabiskan waktu bersama, mengetahui segalanya, hingga ke hal-hal kecil tentang dirinya, apa saja yang ia sukai dan ia benci. Aku tahu, bahkan hafal betul semuanya. Namanya Angga. Dia kekasihku. Dulu. Aku menghabiskan lima tahun bersama, berjuta mimpi kami tautkan bersama. Rasanya masa depan bukanlah hal yang sulit jika kami melewatinya bersama.
Kini tepat 24 bulan berlalu sejak terakhir kali aku merekam kenangan akan sosok indahnya di hadapanku. Detik demi detik, menit demi menit, setiap hentakan jarum jam dan waktu yang kulalui terasa melambat dan semakin sulit dan menyempit menghimpit rongga dada.
Malam ini seperti biasanya untuk kesekian kali hal yang sama aku ulangi, lagi dan lagi. Aku pejamkan mata, dan kemudian sosoknya semakin tampak nyata. Bola mata khasnya memandangku tajam namun penuh cinta. Aku bisa merasakan air mukaku berubah, menggambarkan raut kebahagiaan. Hatiku bergejolak, gembira menyambut kedatangannya. Aku berdiri, dengan cepat menyerbu dadanya yang bidang yang seakan terbuka menyambut ku. Ku tumpahkan segala rasa rindu yang sejak tadi memenuhi hati dan fikiranku. Aroma tubuhnya menyeruak masuk ke dalam rongga hidung, membuat ketenangan bertambah dalam.
“Angga, aku rindu” ucapku lirih
Dia tersenyum teduh memanjakanku. Belaian lembut jemarinya seakan membiusku. Aku paham benar apa yang akan terjadi setelah ini. Tentu saja, ini rutinitas yang hampir terjadi setiap malam-malam ku.
Nafasnya menghembus di wajahku. Perlahan dan masih beraturan. Namun kemudian semakin cepat menerpa wajahku. Kami melakukannya dalam diam, disirami remang cahaya lampu kamarku yang menambah romantisme malam kami.
Cahaya lampu terasa semakin meredup, kemudian sosoknya pun perlahan memudar ditelan keremangan. Aku tersenyum. Mengusap peluh yang menghiasi kening ku. Aku beranjak dari tempat tidurku, meraih pakaian tidurku yang tergeletak di lantai kamar. Ku balut kembali tubuhku yang bugil setelah dilucuti oleh Angga tadi. kami terbiasa melakukan hal itu sekejap, namun tetap sangat berarti bagi ku. Setidaknya mengobati kerinduanku akan sosok Angga, meski hanya sesaat.

***

Pintu kamar perlahan terbuka. Muncul sosok lelaki tampan dengan pakaian kerja lengkap. Kacamata yang menambah ketampanannya ia letakkan di tempat tidur. Langkah demi langkah ia semakin mendekatiku. Tergambar senyuman di wajahnya.
“Kamu belum tidur sayang?”
Bola mataku berputar melirik jam di dinding. Jarum panjang dan pendeknya sama-sama berhimpitan menunjuk angka 12.
“Maaf ya. Aku lembur lagi tadi. Aku kangen kamu”
Sosok laki-laki itu kini sudah ada di pelukanku, menghangatkan tubuhku yang memang terasa dingin. Tatapanku masih kosong, tanganku menegang. Laki-laki di pelukanku kemudian seperti menyadari ketidaknyamananku berada di pelukannya. Ia melirik tanganku yang menggenggam sesuatu. Ia mengambilnya, mengambil Angga dari genggamanku.
“Angga lagi?” tanyanya melemah ketika mendapatiku menggenggam Angga. Angga yang bagi orang lain hanya ada dalam foto, namun aku menganggapnya nyata. Dan memang itu yang aku rasakan. Angga yang selalu menemaniku di setiap malam-malam menunggu laki-laki ini. Yang sedang ada di hadapanku sekarang.
“Sudah dua tahun. Aku mohon, biarkan dia tenang disana” lanjutnya lagi.
Apa? Tenang apa? Disana? Angga tinggal di dalam hatiku. Dia tak pernah pergi kemana-mana. Dan aku yakin Ia selalu tenang disini. Di dalam rongga dadaku. Mengaliri tiap aliran darah ku, menjadi nafas untuk hidupku.
“Asya istriku.. aku sayang kamu Sya. Aku yakin kamu bisa bangkit dari keadaan ini” ia tak henti-hentinya mendekapku, seakan mencoba memberikan kekuatan untuk ku. Namun bagi ku sia-sia, hanya Angga yang bisa menguatkanku. Hanya dia.

Ia mengecup ringan keningku. Kemudian menuntunku menaiki tempat tidur Kami. Di kamar kami. Di rumah kami. Rumah yang hampir genap satu tahun kami tinggali setelah kami resmi menikah. Namun hanya ragaku yang dinikahi oleh Bagas, namun hati dan jiwaku tetap bersama Angga. Tetap mencintai Angga.
Mungkin orang menganggap Bagas gila. Ia masih mau menikahiku meski semua orang kecuali keluargaku menjauhi ku. Aku berubah, tak bercahaya lagi setelah kejadian 24 bulan yang lalu. Kejadian dimana takdir mengambil Angga dari sisiku dalam kecelakaan mobil. Namun hanya raga Angga yang ia ambil. Namun jiwa dan cinta Arga masih kurasakan menemaniku hingga sekarang dan selamanya, aku yakin itu.
Bagas memelukku di atas tempat tidur kami. Ia memejamkan matanya namun tak melepaskan dekapannya dari tubuhku. Aku menatapnya, namun terasa hambar, tak seperti ketika aku menatap wajah Angga. Aku pun kemudian memejamkan mataku. Kemudian perlahan sosok Angga nampak nyata. Aku sangat menikmati saat-saat mataku terpejam. Karena hanya pada saat-saat itu aku dapat melihat sosok Angga dengan nyata.
Angga tersenyum padaku, aku menikmati sebagian hidupku, hidup di saat aku memejamkan mataku. Hidup dimana aku bisa bersama Angga, orang yang paling aku cintai. Aku tak peduli, meski hanya dalam bayangan, namun ia lah yang paling aku cintai. Di sela-sela doa yang aku panjatkan, aku berharap Tuhan mengizinkanku untuk terpejam seperti ini selamanya. Agar aku tak hanya bisa mencintai bayangan Angga. Aku ingin ada di dunianya, aku ingin kami tinggal di satu dunia yang sama. Meski menurut orang lain adalah dunia bayangan, sesungguhnya inilah dunia yang aku idamkan.

Aku mencintai bayangan, dan aku tak memperdulikan itu. Bagi ku, Angga selalu hidup disini, di dalam hatiku. Tak perduli apa yang akan dikatakan orang lain tentangku. Karena aku temukan kedamaian ku sendiri. Ketika aku bercinta dengan bayangan.

3 komentar: