Selasa, 24 Desember 2013

Bermain-main dengan hatiku

Kita semakin jauh. Dijauhkan jarak dan waktu. Sudah puluhan hari berlalu, tanpa ada satupun kabar yang kuterima dalam kotak pesanku. Satu-satunya hal yang bisa aku lakukan hanyalah membaca kembali percakapan lama kita yang masih tersimpan dalam ponselku. Membacanya berulang-ulang, kadang tersenyum, adakalanya pula ujung mataku basah ketika harus membandingkannya dengan keadaan saat ini.

Dan aku semakin sadar bahwa kita telah menjauh, di saat beberapa hari lalu kuberanikan diri untuk terlebih dulu mengirimkan pesan rindu padamu. Seperti yang sudah aku duga, kau membalasnya dengan acuh, begitu berbeda dengan kamu beberapa bulan yang lalu, di saat kamu masih sibuk menunjukkan padaku betapa besarnya penyesalan yang kamu miliki karena dulu pernah menyia-nyiakan aku.

Pernah aku mampu berdiri tegak tanpa keberadaan kamu di sisiku. Ya, saat itu dikala kau sedang sibuk terbuai dalam belaian wanita lain. Disaat kau memutuskan untuk pergi karena telah jenuh dengan ketidakmandirianku. Aku berdiri sangat tegak saat itu, di saat tak satupun percaya akan kekuatanku, di saat semua mata memandangku lemah. Namun kini keadaan kembali, bahkan jauh lebih buruk. Aku benar-benar lemah dan tanpa arah.

Kini aku terjebak pada keadaan yang sama. Dimana setiap kali membuka mata menjadi begitu menyakitkan, ketika aku dapati tak ada lagi pesan selamat pagi darimu. Ketika melewati jalan-jalan menuju tempatku bekerja, seolah setiap centimeter dari sudut-sudut kota ini selalu mengingatkanku padamu. Rumah makan yang seringkali  kita singgahi, jalan-jalan yang selalu dipadati kendaraan, asap kendaraan yang seringkali  hampir menerpa wajahmu, namun selalu kutahan dengan dekapan telapak tanganku yang melindungi hidung dan mulutmu.

Momen-momen sederhana yang mungkin tak lagi berarti bagimu kini. Aku masih bertanya-tanya, mengapa kau kembali jika sekarang keadaannya harus lebih buruk seperti ini. Jauh lebih buruk bagiku. Aku berkali mencoba memulai hidup yang baru, tanpamu, namun aku hanya seperti membohongi hatiku sendiri. Nyatanya hanya kamu yang mampu membuat aku begitu bersemangat ketika menerima pesanmu, meski hanya satu kata.

Seperti siang ini, ketika akhirnya satu pesan masuk ke dalam kotak pesanku, darimu. Aku begitu bersemangat, dengan mata berbinar, hingga ujung jariku gemetar.
Namun isi pesanmu sama sekali tak memperbaiki keadaan.
Hanya ada penggalan namaku disana
Sapaan yang penuh tanda tanya

Ketika kubalas dengan puluhan pesan panjang, menanyakan kemana saja kamu selama ini, bagaimana kabarmu, dan berbagai pertanyaan bodoh lain.

Namun semua pesan panjangku hanya kau baca, tanpa ada satupun jawaban.

Dan aku harus mengulang menata hatiku lagi, terus berulang seperti itu, dan aku hanya akan terus menjadi alat permainanmu, entah sampai kapan.

Minggu, 22 Desember 2013

Berhenti Bernafas

Terkadang kita tahu bahwa kita harus berhenti pada satu titik,
Titik dimana tak ada lagi jalan terbentang di hadapan.
Pilihannya adalah berhenti atau berganti arah.

Aku masih terpaku.
Ada jalan panjang terbentang sejauh mata memandang.
Namun aku tau, aku tak lagi bisa menapaki jalan itu.
Disana rasanya dingin, tak sehangat dahulu.
Seperti berbincang pada dinding-dinding kokoh yang tak berperasaan
Seolah bercengkrama pada hembusan angin yang berlalu begitu saja
Seperti itulah kini rasanya ketika aku mengungkap segala rasaku kepadamu.

Kamu sepertinya kini telah jenuh menghadapiku
Di dalam lubuk hatimu, mungkin sesungguhnya kau ingin pergi

Selamat ya, untuk kehidupan barumu yang penuh bintang.
Aku yang semakin meredup dan tak lagi pantas bersanding di sisimu,
Semestinya memang aku lah yang tahu diri untuk segera menarik diri dari hidupmu

Membiarkanmu semakin terang dan bersinar
Tanpa takut terbebani dengan kegundahan kecilku yang seringkali tampak bodoh di matamu.

Aku belum mampu pergi dan berlalu
Kubiarkan kamu yang bergerak menjauh
Ragaku tak mampu lagi menahan kepergianmu
Tekadmu begitu bulat untuk terus maju
Kamu mungkin lupa atau sudah enggan meraih lenganku untuk dapat berjalan bersisian denganmu menuju masa depan.

Masa depan?

Pada malam ketika aku tahu bahwa kamu suka memaki dan berteriak keras sambil menepis kasar belaian lembut jemariku,
Di saat itu pula aku merasa masa depanku selesai

Gambaran buruk Ayah yang seringkali kulihat memaki Ibu seolah kini aku rasakan benar bagaimana perihnya jadi Ibu.
Ketakutanku menjadi lengkap

Tak ada lagi alasan untuk menciptakan cerita masa depan dengan lawan jenis.

Aku sudah menitipkan seluruh cinta yang kumiliki untukmu
Tak ada lagi rasa yang tersisa untuk mampu mengasihi pria lain.

Namun sikap kasarmu malam itu menjawab segalanya.

Kini, di saat setiap helaan nafasku yang senantiasa memuja namamu kau balas dengan cacian kasar, maka di saat itu pula artinya aku semestinya menghentikan helaan nafasku.

Sabtu, 21 Desember 2013

Kunci Hati

Untuk wanita yang sedang memegang kunci hatiku.

Sudah tiga hari berlalu sejak terakhir kali kutinggalkan kamu berdiri mematung di depan rumahmu setelah deru mesin motorku bergerak menjauhi kamu.
Terakhir kali aku meninggalkanmu dengan ujung mata yang basah.
Aku tau benar kamu menahan tangis yang seolah ingin meledak
Menerima berbagai makian kasar yang seharusnya tak pernah aku keluarkan untukmu.
Maafkan aku sayang, malam itu kuputuskan untuk meninggalkan kamu yang masih merajuk agar aku tetap tinggal
Namun aku bersikeras untuk pergi
Hanya untuk satu alasan,
Aku tak mampu menatapmu lebih lama lagi
Disaat wajahmu dihiasi rasa sakit yang begitu dalam
Aku memilih pergi dan berlalu
Aku yakin kamu tak menyangka mengapa malam itu aku menjadi sosok pria yang kasar dan angkuh
Sejujurnya aku pun tak tau
Aku sedang dihujani ribuan tanggung jawab dan kewajiban yang harus aku selesaikan dengan sepenuh hati.
Kamu memang hanya akan aku tempatkan di urutan ke sekian..
Namun kamu tak perlu khawatir, sayang..
Kamu masih memegang kunci hatiku
Sejauh apapun jarak dan waktu yang memisahkan kita,
Pada malam ketika aku merasa lelah setelah segala aktifitasku, hanya kamu satu-satunya nama yang kuingat sebelum mataku terpejam.
Raga kita memang tak bersisian
Namun sesuatu dalam hati kita memiliki magnet untuk selalu mampu saling menarik satu sama lain.
Cinta hanya perihal rasa
Raga tak harus selalu berjumpa
Pagi ini aku merindukanmu
Sudah tiga hari tanpa komunikasi apapun
Setelah segala amarahku malam itu, kamu masih menghadiahiku dengan belaian lembut jemarimu di pundakku sebelum aku pergi berlalu
Meski saling diam,
Namun aku yakin, hati kita tak pernah berhenti terhubung.
Jaga kunci hatiku baik-baik ya

Salam hangat dariku, 
pria yang tak pernah lelah
berenang di hatimu.

Kamis, 19 Desember 2013

Bodoh, Apatis, Tak Tahu Diri

Aku bisa menerima lelaki jenis apapun

Cuek

Playboy

Pencemburu

Bahkan peselingkuh

Tapi tidak dengan laki-laki yang berteriak di depan wajahku
Laki-laki yang memakiku dengan kata-kata kasar
Laki-laki yang mencengkram lenganku dengan segala amarah

Rasanya sudah sangat lama aku tak lagi mendengar makian itu terlontar untukku
Dan malam ini harus kuterima lagi perlakuan seperti itu, kali ini darimu.
Lelaki yang hampir seluruh hidupku telah aku berikan untukmu
Sesungguhnya aku memiliki sederet daftar alasan untuk bisa saja menghapusmu dari hidupku
Namun karena satu alasan, aku enggan melakukannya, aku tetap mencintaimu. Karena aku yakin, kamu berbeda.
Dibalik segala rasa perih yang senantiasa kamu hadiahkan kepadaku, setidaknya (dulu) di mataku kamu jauh lebih baik, karena tak pernah sekalipun kamu memaki dan mengasariku secara fisik.

Meski mungkin ditinggalkan untuk wanita lain yang lebih bisa membuatmu nyaman, sesungguhnya jauh lebih mampu menyakiti batinku.

Malam ini semuanya seolah lengkap.
Aku ingin sekali berteriak dan menangis, mendapati kini kamu bukan lagi kamu yang kukenal.
Makian dan teriakan itu meluncur begitu saja dari bibir indahmu.
Aku mengerjap tak percaya.
Meyakini hatiku bahwa laki-laki yang ada dihadapanku saat itu benar kamu.

Aku ketakutan
Semua trauma buruk masa lalu seakan terhambur keluar dari kotaknya.

Aku pun berada pada titik dimana aku tak lagi yakin aku layak untuk siapapun

Karena dengan siapapun aku, pada akhirnya aku hanya akan jadi tempat pelampiasan caci maki dan teriakan kasar.

Dengan tubuh lemah, aku menyeret langkah.
Aku harus pulang dan menutup diriku lagi

Kali ini mungkin tak terkecuali untuk siapapun

Aku habis terkoyak-koyak rasa perih

Malam ini, aku akan tidur berselimut memori buruk itu
Aku memaki diriku sendiri sepanjang malam, hingga aku terlelap
Dan bangun esok pagi masih dengan doktrin yang sama
Bahwa di matamu aku hanya si bodoh yang apatis dan tak tahu diri

Bodoh.