Sabtu, 30 April 2011

Lengkungan Warna Warni


Oleh : Defitria Wardhani

Tak banyak yang bisa aku lihat. Namun dapat dengan sempurna aku rasakan. Tak banyak bagiku berarti hanya satu. Ya, hanya satu yang bisa aku lihat. Yaitu kegelapan. Aku selalu menunggu celah cahaya muncul di balik kegelapan yang menyelimuti ku selama ini. 13 tahun kehidupan ku, belum ada secercah cahaya pun yang menyinari kegelapan ini. Namun dibalik setiap kegelapan, selalu ada cahaya yang menerangi, meski aku tak pernah mengetahui bagaimana wujud cahaya sesungguhnya. Namun ketika bersama Bunda, aku merasa begitu hangat dan bercahaya. Bagi ku, Bunda yang selalu membantu ku untuk melihat segala yang ada di dunia ini. Bunda lebih dari bola mata bagi ku, dengannya aku melihat meski tak sempurna, namun aku yakin apa yang ku lihat dengan hatiku takkan jauh berbeda dengan apa yang dilihat orang lain dengan mata mereka yang sempurna.
Aku sempurna. Bunda yang selalu bilang begitu. Mana mungkin aku tidak sempurna? Tak ada hal yang bisa dilihat orang lain yang tidak Bunda beritahukan kepadaku. Apa yang mereka lihat, aku pun bisa melihatnya dengan hatiku. Bunda berujar, mata ku disimpan oleh Tuhan di dalam hati ku. Sehingga hanya orang-orang tertentu saja yang tahu bahwa aku bisa melihat. Lebih tepatnya hanya Bunda yang menganggap ku bisa melihat.
Bunda segalanya. Menjaga ku sejak aku ada dalam kandungannya selama 9 bulan. Merawat ku dengan penuh kasih hingga aku tumbuh besar dan menjadi wanita yang cantik seperti sekarang (begitu kata Bunda).
Sekilas benda hangat mampir di keningku. Seperti pagi-pagi sebelumnya, begitulah cara Bunda membangunkan ku. Kecupannya yang hangat dan begitu lembut dapat dengan mudah dan segera membuat ku terjaga dari tidur ku. Ku rengkuh tubuhnya dengan sebelah tanganku. Sebelahnya lagi sedikit tertindih tubuh Bunda. Aku menggelayut manja di pelukan Bunda.
“Hari ini kita mau melihat apa Bunda?” tanya ku dengan penuh semangat
Bunda membenarkan posisi duduknya. Aku bisa merasakan ia berada tepat di hadapanku. Rasanya ia sedang memperhatikan wajah ku. Hembusan nafasnya terasa tak begitu jauh dari hadapanku. “Bunda mau mengajak kamu melihat pelangi”
Sedikit berfikir, aku mencerna kata yang baru pertama kali aku dengar itu. Pe-la-ngi. Nama yang cantik. Benda apa itu? Tak sabar aku ingin melihatnya.
“Aku ingin melihat pelangi! Sekarang ya Bunda..” ucap ku kegirangan
Bunda terdengar tertawa kecil, mungkin melihat tingkah ku yang sedikit berlebihan. Namun aku memang selalu gembira menyambut hal-hal baru yang akan Bunda “perlihatkan” kepada ku. Dan nama ‘Pelangi’ begitu membuat ku penasaran dan tak sabar untuk melihatnya.
“Mandi dulu sana. Pelangi nggak akan suka dilihat oleh anak yang belum mandi” canda Bunda.
Aku kembali mendekap tubuh Bunda dalam, kemudian perlahan berdiri.
Setiap sudut dalam ruangan kamar ini sudah ku hafal dengan jelas. Bahkan terkadang, tanpa bantuan tongkat sekalipun, aku bisa dengan leluasa bolak-balik ke kamar mandi atau sekedar menghirup udara segar dari jendela kamar di samping tempat tidur ku.
Aku benar-benar menikmati hidup ku. Di tengah keterbatasan fisik yang aku punya, namun aku begitu beruntung memiliki Bunda yang selalu membesarkan hatiku.

Lengan ku bertautan erat dengan lengan Bunda. Ia menggandengku berjalan di atas permukaan yang sedikit basah. Aku bisa menghirup wangi rumput segar di sekitar ku. Bunda membawa ku ke halaman luas tak jauh dari rumah ku. Tak jarang kami habiskan sore hari kami di sini. Namun hari ini begitu berbeda karena Bunda akan memperlihatkan ku hal baru. Dan untuk hal yang satu ini, entah mengapa aku merasa begitu bersemangat.
“Pelanginya sudah datang Bunda?” tanya ku tak mampu membendung rasa penasaran yang ada di hati ini.
“Belum sayang. Langitnya masih mendung. Warnanya kelabu”
Beberapa saat sebelum kami datang ke lapangan ini, hujan memang mengguyur kota kami. Menurut cerita bunda, ini adalah musim hujan. Hampir setiap sore, waktu ku untuk berjalan-jalan di luar rumah bersama Bunda menjadi terhalang karena cuaca yang buruk selalu menyebabkan hujan mengguyur kota kami.
Aku tidak suka hujan. Saat Bunda mengajak ku berdiri di bawah guyuran hujan, tetesan yang dihasilkan olehnya membuat tubuh ku menggigil dan flu keesokan harinya. Setiap kali hujan datang, langit akan berwarna kelabu. Warna yang kusam dan tidak menampakkan kegembiraan. Karena itu aku tidak suka hujan.
Ada satu pelajaran yang paling sulit aku pahami dari semua hal yang Bunda ajarkan kepadaku. Yakni pelajaran tentang warna. Aku bisa meraba segala permukaan bentuk benda yang Bunda tunjukkan kepadaku. Aku bisa menghirup aromanya dengan mudah jika benda itu memiliki aroma yang khas. Namun aku tak pernah tahu bagaimana wujud dari warna. Ia tak bisa ku raba maupun ku hirup aromanya. Yang aku tahu, jika semua warna cerah dijadikan satu, itu berarti sebuah keceriaan. Tidak seperti warna gelap yang selalu aku lihat dalam hidupku selama ini.
“Sayang..” Bunda menepuk pundak ku.
“Iya Bunda?”
“Langitnya sudah hampir gelap. Tapi pelanginya belum juga datang. Kita pulang saja ya..”
Aku diam. Sedikit kekecewaan aku rasakan menghampiri hatiku. Tapi aku pun tak boleh egois. Sudah cukup lama kami duduk di lapangan ini, namun yang kami tunggu-tunggu belum juga datang.
“Bunda..”
“Ada apa sayang?”
“Pelangi itu apa? Namanya begitu cantik. Benda apa itu Bunda?” aku pun menanyakan rasa penasaran ku akan wujud sebuah pelangi.
“Bunda ingin memberitahukan kepada mu saat pelanginya datang. Yang jelas pelangi itu sangat indah, ia datang setelah hujan berhenti. Berbentuk lengkungan warna-warni dengan cahaya di sekitarnya. Semoga besok pelanginya datang ya..” Bunda mengelus kepalaku perlahan.
Saat itu aku merasa begitu nyaman berada di samping Bunda. Aku memeluknya dan seakan tidak mau melepaskannya. Begitu hangat dan nyaman. Kekecewaan ku karena gagal “melihat” pelangi sore ini seperti langsung terobati ketika aku menikmati dekapan hangat Bunda.
“Bunda, Alya sayang sekali sama Bunda”
“Bunda juga sayang kamu, Nak..”

Keesokan hari tak pernah datang. Hanya waktu yang bergulir, namun imaji ku rasanya selamanya ingin ada di sore hari itu. Sore dimana Bunda ada di sampingku, menemaniku jalan-jalan sore hari, menceritakan ku banyak hal, dan yang terpenting memelukku dengan penuh cinta.
Riuh ramai suara orang dan doa-doa yang dilantunkan mereka memenuhi ruang tamu rumah ku. Rumah yang biasanya hanya ditinggali oleh aku dan Bunda semenjak kepergian Ayah 10 tahun yang lalu. Aku anak tunggal, dan bagi ku Bunda adalah wanita yang paling kuat. 10 tahun menjaga ku seorang diri, dan tak pernah sedikit pun ku dengar ia mengeluh saat merawat ku.Aku meraba Bunda yang ada di hadapanku. Kini ia tak bisa lagi memelukku. Tubuhnya terbujur kaku di hadapanku.
Keesokan hari setelah acara jalan-jalan ku bersama Bunda yang terakhir, tak seperti biasanya pagi itu tak ada yang mengecup ku. Padahal ku rasakan hari sudah beranjak pagi. Aku pun memutuskan untuk menghampiri Bunda di kamarnya. Berkawan tongkat setia ku, aku meniti jalan menuju kamar Bunda yang berada di sebelah kamar ku. Pintu nya tidak terkunci, namun keadaan sangat sepi. Tak ku dengar bunyi air dari kamar mandi. Berarti Bunda tidak sedang berada di kamar mandi. Aku berjalan mendekat menuju tempat tidurnya. Ku fikir Bunda masih tidur. Ini sama sekali bukan Bunda yang biasanya. Berkali-kali ku panggil Bunda sambil kugoncangkan tubuhnya, Bunda tidak bereaksi, hingga akhirnya saat ku raba detak jantungnya, tak terasa apa-apa. Hembusan nafas pun tak lagi keluar dari hidungnya. Matanya mengatup rapat. Dan dari bentuk bibirnya, aku bisa merasakan bunda tersenyum dalam tidur panjangnya.
Bunda belum sempat menunaikan janjinya untuk menunjukkan pada ku bagaimana rupa pelangi. Yang aku ingat, pelangi adalah lengkungan warna-warni yang bercahaya. Warna warni berarti keceriaan. Keceriaan hanya bisa aku dapatkan ketika aku berada di sisi Bunda. Aku tak perlu menunggu pelangi datang di sore hari. Sejak dulu, pelangi itu setiap saat selalu ada di sampingku, menemani hari-hari ku dan tak pernah lelah menyinariku.
Tak perlu menunggu pelangi menampakkan wujudnya, lengkungan warna-warni itu sesungguhnya telah lama aku miliki. Pelangi hanya datang setelah hujan berhenti, namun Bunda selalu menghiasi hidup ku dengan cahaya warna-warni nya. Tak perduli hujan atau panas, sehat atau sakit, pagi atau malam, ia selalu ada.
Kini Tuhan mengambil nya dari sisi ku. Namun bagi ku pelangi itu tetap tumbuh di dalam hati, menyinari dan membuat warna dalam hidup ku. Bunda adalah pelangi bagi ku.

Tuhan, jaga Bunda ku disana, berikan dia tempat yang terbaik di sisi-Mu, temani dia di kala dia sedih, berikan dia pelangi di saat dia membutuhkan cahaya. Terima kasih Bunda untuk cinta yang kau berikan, pelajaran yang begitu berarti, dan untuk semua hal yang tak pernah lelah engkau ajarkan kepada ku. Terima kasih Bunda. Terima kasih pelangiku.

Jumat, 29 April 2011

Blog Pangeran Mimpi


Oleh : Defitria Wardhani

Bola mataku tak juga lelah memperhatikan huruf demi huruf dalam setiap baris tulisan yang ada di layar laptop di hadapanku. Seperti rutinitas yang aku lakukan biasanya, aku sedang membuka sebuah blog milik seseorang. Blog yang begitu membuatku kecanduan untuk terus dan terus membacanya. Judul blognya sangat simpel, Mimpi. Ya, hanya satu kata yang si penulis gunakan untuk menamai blognya. Tampilan warna biru pada blog ini membuat ku semakin nyaman dan tak pernah jenuh untuk membacanya.
Kata-kata yang ia gunakan untuk menyampaikan buah pemikirannya begitu manis terbaca, dan membuat orang yang membacanya seakan ikut merasakan apa yang ia rasa. Setiap tulisan dalam blognya menceritakan tentang mimpinya untuk mendapatkan seseorang yang ia cintai. Begitu menyentuh, dan kadang membuatku ikut meneteskan air mata. Perasaan cintanya begitu besar, namun entah mengapa ia hanya berani menyampaikannya lewat barisan kata. Satu hal yang menjadi pertanyaan besar di kepalaku. Padahal jika saja ia mau menyatakan perasaannya itu, wanita yang ia maksud tentu akan sangat merasa bahagia dicintai sedalam itu. Aku pun tersenyum, membayangkan jika saja aku lah wanita yang beruntung itu.
Aku memukul kepalaku sendiri.‘Mikir apa sih aku?Yoga mau dikemanain??’
Sebelah hatiku yang lain ikut berbicara ‘Yoga? Memangnya dia ingat sama aku? Pasti sekarang dia sedang sibuk dengan pekerjaan tercintanya..’
Ah, aku mengacak-acak rambutku sendiri. Selalu saja terasa pusing jika aku mengingat nama Yoga. Dia pacarku, sudah cukup lama kami menjalin hubungan. Hampir satu tahun lamanya. Namun dalam satu tahun itu juga, hubungan kami terasa hampa (bagiku khususnya). Bagaimana tidak? Yoga begitu mencintai karirnya sebagai seorang jurnalis. 14 Februari besok adalah tepat satu tahun kami jadian. Terdengar romantis memang memiliki hari jadi bertepatan dengan hari valentine. Namun tentu saja tidak bagiku. Waktu itu kami hanya kebetulan jadian pada tanggal 14 Februari. Bahkan kami sendiri pun tidak menyadari bahwa hari itu adalah hari valentine. Proses kami dalam memutuskan untuk menjalin hubungan cukup singkat. Aku pertama kali bertemu dengan Yoga di kantornya. Saat itu aku yang kuliah di jurusan broadcast melakukan kunjungan ke tempat Yoga bekerja. Aku salah satu dari tiga orang terpilih yang datang kesana karena artikel yang aku buat menang dalam perlombaan menulis artikel tentang cinta lingkungan yang diadakan oleh perusahaan tempat Yoga bekerja. Yoga adalah salah satu juri yang memeriksa tulisanku, kemudian sejak saat itu kami dekat dan tidak lama kemudian kami jadian. Usiaku dan Yoga terpaut 3 tahun. Sebenarnya Yoga adalah sosok yang baik, namun begitu misterius bagiku. Ia adalah sosok yang sulit ditebak, kadang penuh perhatian namun lebih sering mengacuhkan ku dengan rutinitas pekerjaannya sebagai seorang jurnalis. Aku tahu pasti bagaimana sibuknya pekerjaan seorang jurnalis, namun melihat dari sudut pandang wanita, tentu aku juga butuh diperhatikan sebagai seorang kekasih.
Aku sedang menempuh semester akhir kuliahku, sehingga saat-saat jenuh menyusun skripsi seperti sekarang, aku mengalihkan perhatianku dengan ‘bermain-main’ dengan dunia maya. Laptop berwarna putih yang ada di hadapanku sekarang ini adalah kekasih kedua setelah Yoga. Tentu saja, aku selalu melampiaskan segala yang aku rasakan dalam laptop ini. Ia membantuku menyusun skripsi, menulis kegundahan, bermain games, dan yang paling aku suka yakni berselancar di dunia maya. Halaman web yang wajib aku kunjungi setiap harinya adalah blog. Sekali lagi, disinilah tempatku berkeluh kesah, berekspresi sesukaku sehingga dapat sedikit meringankan beban-beban fikiran yang kadang aku rasakan. Di tempat ini pula aku bertemu dengan pangeran mimpiku. Ya, pangeran mimpi adalah nama panggilan yang aku berikan untuk menyebut nama sang penulis blog yang begitu membuatku jatuh cinta itu. Seringkali aku tertawa dalam hati saat menyadari bahwa aku sedang mengagumi orang yang bahkan aku sendiri tak tahu bagaimana wujudnya. Lagipula, aku sudah punya Yoga yang meskipun selalu sibuk, bagaimanapun ia tetap kekasihku.
Tiba-tiba saja perasaan rindu menyergap, aku meraih ponsel yang berada tak jauh dari tempat aku duduk. Dengan cepat ku cari panggilan keluar dan nama Yoga ada di barisan paling atas. Entah kenapa, tiba-tiba aku ingin sekali menelepon dia. Padahal aku tahu ini masih jam kerja.
Beberapa saat nada sambung terdengar.
“Halo..” sapa suara yang begitu khas di telingaku.
“Mas, lagi ngapain?” jawabku cepat dengan wajah berseri. Senang rasanya mendengar suaranya. Beberapa hari terakhir kami hanya berkomunikasi lewat pesan singkat.
“Ya lagi kerja lah vi..” jawab Yoga dengan nada bicara yang datar.
Aku memajukan bibirku beberapa mili mendengar tanggapan dari Yoga yang terdengar kurang senang menerima telepon dariku. “Lagi sibuk ya?” nada bicaraku berubah, tak lagi ceria seperti sebelumnya.
“Iya Livi, kamu ada apa tumben telepon? Aku banyak pekerjaan yang harus dikerjakan malam ini juga”
“Aku.. Aku kangen” suaraku semakin melemah.
Yoga tidak merespon perkataanku. Dia justru terdengar sedang berbicara dengan rekan kerjanya. “Vi, Livi, sudah dulu ya. Aku dipanggil atasanku”
TUT TUT TUT
Telepon terputus begitu saja. Bahkan ia pun belum tahu apa tujuanku menelponnya sore ini. Kuletakkan kembali ponselku, dan mataku kembali sibuk menyusuri satu demi satu kalimat dalam blog pangeran mimpi yang teruntai di hadapanku.

***
Ketika untaian kata saja tak cukup untuk menggambarkan betapa besar cinta di hati, mungkin cinta dalam diam juga tak begitu sempurna. Namun dewi cinta pun tahu besarnya rasa ini. Aku tak ingin membuat ia iri dengan mencurahkan segala rasa ku dalam asa. Yang mencintai adalah hati. Jiwa hanya sebagai pelengkap dari perwujudan dunia yang fana. Lalu mengapa harus mewujudkannya? Cukup hati yang merasakan. Aku mencintainya dengan sungguh.

Aku tersenyum kagum membaca sepenggal tulisan dalam blog pangeran mimpi. Hampir lima hari aku tak memiliki waktu untuk menulis di blog atau sekedar untuk membuka blog milik pangeran mimpi. Beberapa hari terakhir ini aku disibukkan dengan jadwal konsultasi dengan dosen pembimbing skripsiku. Namun akhir pekan ini aku memutuskan untuk kembali menikmati duniaku di hadapan laptop. Aku ingin membaca beberapa posting yang terlewati dalam blog pangeran mimpiku.
Aku hampir hafal dengan jadwal posting sang pangeran. Ia selalu mengupload tulisannya setiap jam 1 dini hari. Hampir setiap hari ia selalu menyempatkan untuk menulis sesuatu dalam blognya, meski hanya beberapa kalimat seperti yang aku baca barusan. Namun ternyata dari lima hari yang terlewati, hanya ada satu buah tulisan. Empat hari terakhir ia tidak menulis dalam blognya. Rasa penasaranku tiba-tiba muncul. Iseng-iseng ku buka profil di blognya dan ada alamat email tertera disana.
Aku begitu mengagumi pangeran mimpi. Aku ingin sekali mengenalnya lebih dekat, berharap ia mau membagi ilmu menulisnya padaku. Entah nekat atau apa, malam itu aku memberanikan diri untuk mengirimkan surat elektronik kepadanya. Entah alamat email yang ia tuliskan di profilnya benar atau salah, namun tak ada salahnya mencoba. Daripada terus memendam tanda tanya dalam diam.
Berulang kali aku kesulitan memulai kalimat yang sesuai untuk memberitahukan siapa aku dan apa maksudku mengiriminya surat elektronik ini. Namun kemudian aku mulai menulis tanpa memikirkan apakah kalimat yang ku tulis dapat dipahami olehnya atau tidak.

Love to read your blog
Date : Sun, 6 Feb 2011 21:35:02

Hai, aku salah satu idolamu loh. Mungkin kamu bingung kenapa aku berani mengirim email ini. Tapi, sudah enam bulan terakhir ini aku sungguh takjub dengan segala hal yang kamu tulis dalam blog Mimpi mu itu. Aku kagum sekaligus penasaran bagaimana kamu bisa menulis seindah itu? Aku juga suka menulis, tapi tak seindah tulisanmu. Pasti begitu beruntung ya wanita yang menjadi inspirasimu itu.
Tapi aku kecewa, kemana kamu empat hari terakhir ini? Tak ada lagi tulisan baru dalam blog mu. Layaknya obat-obatan terlarang, mungkin aku sudah kecanduan dengan tulisan dan sajak-sajak mu. Izinkan aku belajar darimu bagaimana menulis seindah kamu. Aku tunggu balasan darimu, dan aku harap kita bisa berteman J.

Satu helaan nafas panjang mengakhiri rangkaian kata-kata yang aku buat dalam surat untuk pangeran mimpi. Entah apa tanggapan yang akan ia berikan, namun aku berharap tanggapannya akan positif. Setidaknya ia mau membalas surat elektronik dariku kemudian yang lebih menyenangkan lagi, kita bisa mulai berteman. Aku hampir tak sabar membayangkan balasan darinya. Lagi-lagi aku senyum-senyum sendiri di hadapan laptopku.

***
Hari demi hari berlalu, setiap malam aku selalu duduk di hadapan laptop sambil menunggu, berharap ada pesan balasan dari pangeran mimpi. Namun hari ini tepat tujuh hari setelah aku mengirimi surat elektronik kepada pangeran mimpi, namun hingga kini balasan darinya tak kunjung datang. Mungkin pangeran mimpi itu hanya akan jadi mimpi untukku. Jam digital di sudut laptop menunjukkan angka 23:45. Lima belas menit lagi hari akan berganti. Esok adalah hari kasih sayang, tentu saja bagi orang yang mau merayakannya. Aku ingat betul, berarti esok tepat satu tahun aku berpacaran dengan Yoga. Namun apalah arti tanggal 14 Februari bagi seorang Yoga? Apalagi besok adalah hari senin, tentu saja ia akan disibukkan dengan segala aktivitasnya di kantor. Aku sudah hampir mati rasa untuk menghadapi sikap dingin Yoga. Kalau saja ada keajaiban datang, mungkin ia akan datang memberikan ku kejutan kecil dalam hari jadi kami esok, namun kemungkinannya sangat kecil, aku pun tak mau berharap banyak.
Mata ku mulai tak sanggup lagi untuk dibuka, berulang kali aku coba menahan serangan kantuk, aku masih begitu berharap pangeran mimpi akan membalas pesan elektronik yang aku kirimkan kepadanya. Setidaknya, jika Yoga tak bisa memberikanku senyum di hari spesial kami, aku akan sangat senang jika mendapatkan teman baru untuk berbagi. Namun pangeran mimpi pun tak kunjung membalas suratku. Atau mungkin pangeran mimpi memang tak akan pernah datang.

***
Sinar matahari menyelinap dari sela-sela jendela kamarku yang telah terbuka. Mungkin Mama yang telah membukanya tadi pagi. Aku menggeliat malas di atas tempat tidurku. Aku mengusap-usap mataku. Saat aku membalikkan tubuhku, ternyata sejak semalam laptopku lupa aku matikan. Kupegang, sisinya begitu panas. Hampir enam jam kubiarkan ia terus menyala. Untung saja tidak terjadi apa-apa. Dengan mata yang masih mengantuk aku berusaha meraba mouse untuk mematikan laptop yang sudah berjam-jam kubiarkan menyala itu. Namun rasa kantukku tiba-tiba menghilang saat melihat notifikasi di sudut laptopku. Ada 2 buah email baru yang belum aku baca. Dengan jantung berdebar aku membuka halaman email masuk. Degupan jantungku terasa semakin cepat saat melihat salah satu pesan tersebut berasal dari alamat dreamer@ymail.com
Proses loading kemudian terasa begitu lama. Aku sudah tidak sabar ingin membaca isi pesan yang dikirimkan oleh pangeran mimpiku. Tidak lama kemudian, pesan pun terbuka.

Re : love to read your blog

Sudah baca posting terbaru di blog ku?


 

Date : Mon, 14 Feb 2011 01:03:53
Subject : love to read your blog

Jantungku terasa mau lepas dari rongga dada ini. Penuh harap hampir satu minggu aku menunggu balasan surat ini, namun tak lebih dari satu baris kalimat yang ia tulis dalam balasan emailnya. Aku menjadi gemas dengan sang pangeran yang begitu bisa membuat jantungku menjadi berdebar-debar.
Dengan cepat aku mengetikkan alamat blog sang pangeran mimpi dalam halaman web. Kembali harus menunggu proses loading. Aku mengacak-acak rambutku yang memang masih berantakan. Perasaan hatiku begitu berkecamuk antara penasaran, senang, gemas, dan entah apa lagi namanya.

You’re my inspiration
Untuk yang bertanya-tanya siapa yang menjadi inspirasi dalam setiap tulisanku selama ini. Yang pasti ia bukan saja inspirasiku dalam menguntai kata-kata, namun ia juga inspirasi bagi hidupku, setiap laku ku dalam menghadapi kehidupan. Ia adalah wanita dalam hidupku. Yang selalu memberikanku semangat dan nafas untuk terus hidup. Di sela-sela rutinitas ku yang seringkali menyita waktu. Ia tak pernah mengeluh. Dan aku percaya ia tetap begitu mencintaiku. Hingga hari ini tepat satu tahun hubungan kami berjalan. Terima kasih untuk inspirasiku. Terima kasih untuk cinta dan kasih sayang mu yang tak pernah putus. Terimakasih Livia Anisya. Temani aku, selamanya.
Love, Yoga Prananda

Kelopak mataku tak sanggup lagi menahan butiran air mata. Apakah ini mimpi? Apa yang ada di hadapanku sekarang? Pangeran mimpi yang selama ini aku impi-imipikan berada begitu dekat dengan hidupku. Tidak, ini pasti hanya mimpi. Berkali-kali aku mencubit lenganku, namun memang terasa sakit. Apa ini? pasti hanya lelucon. Yoga meminjam akun sang pangeran mimpi kemudian dia mengaku-aku menjadi pangeran mimpi. Aku kenal Yoga. Satu tahun kami berpacaran, dari caranya mengirimiku pesan singkat saja sangat berbeda dengan setiap kalimat yang dirangkaikan pangeran mimpi selama ini. Tidak, ini pasti mimpi.
Aku mematikan laptopku, aku berfikir aku sudah mulai berimajinasi terlalu tinggi. Mungkin laptopku sudah terlampau panas sehingga ia membuka dokumen yang ngawur. Baru saja aku ingin beranjak dari tempat tidurku untuk keluar dari kamar dan sekedar mencari udara segar, namun ponselku berbunyi. Nama ‘Yoga Prananda’ tertera di layar. Tak seperti biasanya tanganku gemetar melihat telepon dari yoga. Jantungku pun kembali berdegup kencang.
Aku mulai mengatur nafas untuk sekedar mengeluarkan kalimat sapaan kepada Yoga.
“Ha..lo”
“Livi?” suara Yoga terdengar bingung.
“Iya ini aku..”
“Kamu, sedang apa?”
Astaga, aku fikir dia ingin menanyakan perihal blog pangeran mimpi itu. Benar saja, mungkin kejadian tadi benar-benar hanya imajinasiku saja. “Aku baru bangun”
“Oh, pantas..”
“Pantas kenapa?”
“Pasti kamu belum baca sms dari aku ya?”
“Belum, memang kenapa?”
“Bacalah dulu. Dan siap-siap ya, hari ini aku mau ke rumah mu”
Belum sempat bertanya lebih lanjut, telepon pun terputus.
Aku memandangi layar ponselku. Ada satu pesan baru dari Yoga, dikirim jam 1 tadi pagi.

Akhirnya kamu menyadari bahwa itu aku. Aku menuliskan segala mimpiku untuk hubungan kita dalam blog itu. Aku mungkin bukan lelaki pemberani yang bisa mengungkapkan perasaanku secara langsung. Aku pun hanya menunggu sampai kamu sendiri yang akan menemukan blog itu. Dan jalan Tuhan menunjukkannya. Satu tahun, aku sangat senang akhirnya kamu tahu dengan sendirinya betapa besarnya aku mencintaimu. Terimakasih untuk segalanya. Happy anniversary dear...

From : Yoga Prananda

Ya Tuhan, jika saja Yoga ada di hadapanku saat ini, aku akan langsung melompat ke dalam pelukannya. Ternyata benar, pangeran yang selama ini begitu aku kagumi, telah aku miliki. Dia pangeranku. Bukan lagi pangeran mimpi. Namun ini nyata. Terima kasih Tuhan! J

***

“Livi, ada Yoga di ruang tamu” Mama menghampiriku di kamar. Aku sedang merapihkan diriku di depan cermin. Aku ingin tampil spesial di hadapan Yoga hari ini.
“Iya Ma, sebentar lagi Livi selesai” Aku tersenyum.
“Cantiknya anak Mama” Mama mengelus rambutku. Aku kembali tersenyum.

Yoga duduk di ruang tamu. Aku menghampirinya malu-malu. Saat duduk di sampingnya, ia menyadari kehadiranku kemudian memandangiku dari atas hingga ke bawah.
“Pangeran mimpi, kita mau pergi kemana?” aku menggodanya manja.
Yoga memasang tampang bingung dan mengerutkan dahinya tak mengerti. Ia tak pernah tahu aku menjulukinya pangeran mimpi. Pangeran khayalan yang kini sudah menjadi kenyataan. Ternyata berlama-lama di depan laptop dengan berselancar di dunia maya tidak selalu berdampak negatif. Contohnya aku, aku bisa menemukan kenyataan yang mengejutkan sekaligus menggembirakan dari dunia maya ini. Aku bisa menemukan pangeran ku. Aku takkan lagi menilai orang hanya dari satu sisi saja. Hari ini Yoga sengaja meminta cuti di kantornya, ia begitu senang akhirnya setelah satu tahun, aku menyadari perasaan yang ia ungkapkan dalam dunia maya.Yoga yang aku kenal cuek selama ini, ternyata begitu manis. Yoga, pangeran mimpiku.
Kami menikmati tanggal 14 Februari terindah dalam hidupku. Dalam dunia nyata, Yoga memang tak semanis di dalam blog nya, namun aku tetap mencintainya. Karena aku juga yakin dia begitu mencintaiku.

Senin, 25 April 2011

merci ! ;)


tiada tatapan mata,
gesekan bahu terasa begitu muluk
kita ada di dua sisi yang berbeda
namun hati masih begitu bergetar tiap kali ujung mataku menangkap sosokmu
begitupun adanya ketika gendang telingaku menangkap gelombang suaramu
mengesankan
kamu begitu nyata, lebih dari apa yang aku duga
aku tetap mengamatimu, meski hanya lewat ujung mata.
belum kuat untuk menatapmu lekat-lekat
belum siap akan kenyataannya

kita diam, tanpa suara
menunggu udara berhembus menenangkan sekaligus memecah keheningan
hampir tak ada yang tahu akan kemana arah penantian ini
namun bibir kering yang sekian lama mengatup kemudian ingin sekali membuka
"aku menyayangimu"
...
"begitupun denganku"
rasa sesak yang mengganjal rongga dada seakan meledak pecah
penantian panjang ini tidak sia-sia

kamu datang, aku masih diam
hembusan nafasmu terasa hangat di tengkukku
celotehan hangat khasmu kembali ku dengar, dekat, bahkan begitu dekat
aku membalikkan tubuh, memberanikan diri menatap lekat dua bola mata indahmu
tatapan cinta itu ternyata masih ada, masih terasa
kita mengakhirinya dengan satu sentuhan lembut jemariku diatas pipimu yang hangat.
aku tersenyum, begitupun dengan kamu

tak perlu banyak kata, dan kita pun tahu apa yang sesungguhnya selama ini ada dan masih tetap ada di hati kita masing-masing.
aku tetap di jalanku, dan kamupun begitu.
nikmati hidup kita masing-masing
tak usah merasa kaku ataupun terganggu

tak ada yang pernah mau ini berakhir
berbeda, namun kita mengikatnya dengan cinta

terima kasih karena telah kembali :)

merci !

Minggu, 24 April 2011

02.25


kamu tau apa yang begitu aku butuhkan?

aku ingin didengar.

ya, aku hanya butuh didengar.

dan terima kasih untuk malam ini karena mau (kembali) menjadi pendengar setiaku.

terima kasih karena kamu telah kembali! :)

*02.25 di ruang tamu,

aku suka malam ini!

bagiku ini masih beraroma 23.. meski sudah lewat 2 jam 25 menit ;)

Selasa, 19 April 2011

Dear, You...



Aku diam bukannya tak melakukan apa-apa.

Aku diam namun berfikir begitu keras

aku marah namun dengan cara yang salah,
dan kemarahanku yang lalu itu sesungguhnya tak beralasan

aku mencintainya dengan cara yang salah

saat kutanyai hatiku lebih dalam,

sesungguhnya yang hilang selama ini adalah kamu, dan masa-masa kebersamaan kita


Perlahan kutemukan sungguh kepingan yang hilang dari hati ini adalah milikmu.

Ada yang hilang dari hatiku, dan itu adalah kamu.

Aku ingin memelukmu erat (lagi) dan lantang berteriak aku menyayangimu.

Memang telah terlalu banyak lakuku yang menyakitimu.

Aku bodoh, kamu begitu menyayangiku, meski dengan caramu sendiri. Dan aku tetap terus menyakitimu.

Sahabat, jutaan maaf terucap mungkin takkan pernah bisa mengobati perihmu.

Namun tak mampu memendam ini dalam hati saja, aku ingin seluruh dunia tahu, aku begitu bodoh

menganggapmu seburuk itu dahulu. Lagi, aku pun hanya bisa meminta maaf :(

Aku tak cukup terampil berbicara langsung kepadamu.

Aku hanya mampu menyampaikannya lewat untaian kata.

Aku ingin semua yang hilang kembali, termasuk masa-masa indah kita dulu.

Aku merindukan kamu, kepercayaan itu, rasa nyaman saat berbagi bersamamu.

Dapatkah semua itu kembali?

Sejak kemarin-kemarin itu aku memang hanya diam, namun hatiku meronta-ronta. Aku merengek pada waktu agar mau kembali. Aku ingin peristiwa dua tahun lalu itu tak pernah terjadi saja. Mungkin jika itu bisa, hingga kini kita akan bersama tanpa ada satupun yang tersakiti.

Aku menyayangimu, dan terlalu memujanya.

Aku bodoh

Aku memang bodoh

Namun mungkinkah Allah akan kabulkan inginku?

Aku hanya ingin kamu, dan masa-masa indah kita, kembali.

Sahabat sepertimu sesungguhnya tak akan mudah lagi aku dapatkan.

Sahabat, maukah kamu kembali lagi?

Memeluk disaat gundah,

Tertawa disaat bahagia,

Menangis disaat tersakiti.

Aku selalu rindu suasana itu.

Aku sungguh telah menghapus prasangka tak berguna itu. Aku ingin kamu kembali.

Aku ingin kepingan itu kembali, kemudian bagian hatiku menjadi lengkap lagi.

Kembalilah, sahabat...

(aku butuh waktu untuk mampu menulis ini, semalam aku bermimpi tentangmu. Allah menyadarkanku lewat jalannya. Aku tak mau lagi menyesal, karea setelah berhari-hari berfikir, ternyata memang kamulah yang semestinya aku perjuangkan untuk kembali ke kehidupanku. Terimalah maafku :(

Minggu, 17 April 2011

...


Selamat memilih jalanmu sendiri.
Selamat untuk kebahagiann yang sudah kau gariskan dengan sendirinya di jalan hidupmu
Selamat untuk pilihanmu yang begitu sempurna

Aku menjaga hati agar tak terlalu perih merasa, namun tetap saja rasanya perih.
Ini pilihanmu dan sakitnya harus aku yang merasakan
.

Semoga Allah lekas berikan obat penawarnya untukku. amin :)