Jumat, 26 Agustus 2016

First year of Marriage Life



Konon katanya satu tahun pertama pernikahan itu tahun yang lumayan berat. Karena dibutuhkan banyaaaaaaaaaaak sekali adaptasi dalam rentang waktu itu. Di tahun pertama itu kamu akan menemukan kalau pasanganmu (ternyata) punya banyak kekurangan, tak kalah banyak dengan yang kamu punya. Bahwa pasanganmu tidak sesempurna seperti kelihatannya saat kalian masih pacaran. Apalagi untuk pasangan-pasangan yang tidak terlalu lama melalui masa pacaran sebelum akhirnya memutuskan untuk menikah.

Saya bertemu suami saya (kala itu masih teman) di akhir tahun 2014. Pertemuan pertama kami kala itu adalah agenda nonton film interstellar bertiga. Ya, bukan ngedate berduaan karena saya mengajak serta adik saya untuk menemani saya kala itu. Sebenarnya itu bukanlah pertemuan pertama kami. Karena kami pertama kali bertemu sekitar 12 tahun yang lalu saat kami sama-sama mengikuti les bahasa inggris di rumah guru SMP kami. Singkat cerita ia melamar saya di tanggal 16 Mei 2015 dan kemudian menikahi saya di tanggal 4 Oktober 2015. Waktu yang cukup singkat untuk memutuskan keputusan besar dalam hidup. Tapi saya yakin masih banyak teman-teman diluar sana yang punya waktu jauh lebih singkat dari saya.

Tak terasa hampir satu tahun kami sudah menjadi pasangan suami istri. Pasangan lain mungkin sudah ada yang sedang seru-serunya mengurus buah hati, atau yang sedang harap-harap cemas menunggu kelahiran buah hati. Namun di pernikahan kami, Allah sepertinya menginginkan kami untuk lebih jauh saling mengenal dan mempersiapkan segala sesuatunya dengan lebih matang. Si buah hati yang sudah sangat sering ditanyakan orang-orang di momen pertemuan keluarga itu belum kunjung datang. Saya pribadi percaya Allah sangat tahu kapan waktu yang tepat untuk kehadiran si buah hati tersebut di tengah keluarga kecil kami. Suami saya juga selalu menjadi penguat hati saya saat setiap bulan si menstruasi terus datang pertanda saya belum hamil. Ia selalu menghibur saya dengan bilang kalimat "Tenaaang... kan masih ada bulan depan. Kita buat lagi yang rajin..." ^.^ dan saya pun selalu tersenyum mendengar kalimat itu keluar dari mulutnya.

Dalam rentang waktu hampir satu tahun ini kami belajar memahami satu sama lain. Mentoleransi sifat dan kebiasaan yang baru kami ketahui saat kami sudah masuk ke gerbang pernikahan. Perbedaan-perbedaan kecil yang sama sekali tak terfikirkan sebelumnya. Bahwa ia sangat suka dingin, tidak bisa tidur tanpa kipas angin atau AC, sementara saya tidak kuat dingin dan selalu ingin memakai selimut, sementara ia tidak suka memakai selimut. Dan masih banyak perbedaan-perbedaan lain yang jika dipermasalahkan akan jadi masalah besar. Tapi saya selalu ingat kata-kata ibu saya yang mengatakan bahwa dalam pernikahan kita menyatukan dua kepala bahkan dua keluarga besar. Memang tak akan mudah menyatukan dua hal yang berbeda. Kakak-adik yang terlahir dari satu rahim Ibu saja bisa punya watak yang berbeda, apalagi suami-istri yang berasal dari keluarga, budaya, dan kebiasaan yang berbeda pula.

Yang terpenting adalah ingat lagi apa tujuan awal kamu menikah? Kalau suatu saat kamu sedang menemukan masalah besar dalam rumah tanggamu, kalau kamu menemukan bahwa pasanganmu adalah orang yang sangat menyebalkan dan kamu seolah tidak kuat lagi menghadapi sikapnya, fikir sekali lagi sudah berapa detik, menit, hari, bulan dan tahun yang kalian lewati bersama. Jika kalian mampu melewati semua hari-hari yang sudah berlalu itu, mengapa harus mengeluh untuk hari-hari selanjutnya? Bukankah cinta adalah kekuatan untuk tetap bersama sesulit apapun keadaannya?

Saya sempat berfikir bahwa suami saya adalah orang yang jorok, males mandi, kalau sudah main PES susaaaah banget disuruh berhenti, pokoknya nyebelin, Tapi kemudian saya berfikir diantara semua hal negatif yang ada di dirinya, kalau difikir-fikir siapa juga yang tahan sama wanita bawel, galak, manja, suka ngeluh kaya saya ini? Ya, cuma dia ^^

Jadi, ini baru tahun pertama kami. Masih ada puluhan tahun ke depan yang akan kami lewati bersama dengan anak-anak kami kelak. Kehidupan rumah tangga kami sering kami sebut sebagai sebuah permainan roller coaster. Kami kadang tertawa atau bahkan menangis bersama. Namun yang terpenting adalah di roller coaster ini kami duduk berdampingan, saat di bawah maupun di atas, kami selalu bersama, dan itu yang selalu menguatkan kami. Semoga Allah senantiasa memberkahi pernikahan kami. Aamiin o:)