Selasa, 24 Desember 2013
Bermain-main dengan hatiku
Minggu, 22 Desember 2013
Berhenti Bernafas
Terkadang kita tahu bahwa kita harus berhenti pada satu titik,
Titik dimana tak ada lagi jalan terbentang di hadapan.
Pilihannya adalah berhenti atau berganti arah.
Aku masih terpaku.
Ada jalan panjang terbentang sejauh mata memandang.
Namun aku tau, aku tak lagi bisa menapaki jalan itu.
Disana rasanya dingin, tak sehangat dahulu.
Seperti berbincang pada dinding-dinding kokoh yang tak berperasaan
Seolah bercengkrama pada hembusan angin yang berlalu begitu saja
Seperti itulah kini rasanya ketika aku mengungkap segala rasaku kepadamu.
Kamu sepertinya kini telah jenuh menghadapiku
Di dalam lubuk hatimu, mungkin sesungguhnya kau ingin pergi
Selamat ya, untuk kehidupan barumu yang penuh bintang.
Aku yang semakin meredup dan tak lagi pantas bersanding di sisimu,
Semestinya memang aku lah yang tahu diri untuk segera menarik diri dari hidupmu
Membiarkanmu semakin terang dan bersinar
Tanpa takut terbebani dengan kegundahan kecilku yang seringkali tampak bodoh di matamu.
Aku belum mampu pergi dan berlalu
Kubiarkan kamu yang bergerak menjauh
Ragaku tak mampu lagi menahan kepergianmu
Tekadmu begitu bulat untuk terus maju
Kamu mungkin lupa atau sudah enggan meraih lenganku untuk dapat berjalan bersisian denganmu menuju masa depan.
Masa depan?
Pada malam ketika aku tahu bahwa kamu suka memaki dan berteriak keras sambil menepis kasar belaian lembut jemariku,
Di saat itu pula aku merasa masa depanku selesai
Gambaran buruk Ayah yang seringkali kulihat memaki Ibu seolah kini aku rasakan benar bagaimana perihnya jadi Ibu.
Ketakutanku menjadi lengkap
Tak ada lagi alasan untuk menciptakan cerita masa depan dengan lawan jenis.
Aku sudah menitipkan seluruh cinta yang kumiliki untukmu
Tak ada lagi rasa yang tersisa untuk mampu mengasihi pria lain.
Namun sikap kasarmu malam itu menjawab segalanya.
Kini, di saat setiap helaan nafasku yang senantiasa memuja namamu kau balas dengan cacian kasar, maka di saat itu pula artinya aku semestinya menghentikan helaan nafasku.
Sabtu, 21 Desember 2013
Kunci Hati
Aku tau benar kamu menahan tangis yang seolah ingin meledak
Menerima berbagai makian kasar yang seharusnya tak pernah aku keluarkan untukmu.
Namun aku bersikeras untuk pergi
Hanya untuk satu alasan,
Aku tak mampu menatapmu lebih lama lagi
Disaat wajahmu dihiasi rasa sakit yang begitu dalam
Aku memilih pergi dan berlalu
Sejujurnya aku pun tak tau
Kamu memang hanya akan aku tempatkan di urutan ke sekian..
Kamu masih memegang kunci hatiku
Sejauh apapun jarak dan waktu yang memisahkan kita,
Pada malam ketika aku merasa lelah setelah segala aktifitasku, hanya kamu satu-satunya nama yang kuingat sebelum mataku terpejam.
Namun sesuatu dalam hati kita memiliki magnet untuk selalu mampu saling menarik satu sama lain.
Raga tak harus selalu berjumpa
Sudah tiga hari tanpa komunikasi apapun
Namun aku yakin, hati kita tak pernah berhenti terhubung.
Kamis, 19 Desember 2013
Bodoh, Apatis, Tak Tahu Diri
Aku bisa menerima lelaki jenis apapun
Cuek
Playboy
Pencemburu
Bahkan peselingkuh
Tapi tidak dengan laki-laki yang berteriak di depan wajahku
Laki-laki yang memakiku dengan kata-kata kasar
Laki-laki yang mencengkram lenganku dengan segala amarah
Rasanya sudah sangat lama aku tak lagi mendengar makian itu terlontar untukku
Dan malam ini harus kuterima lagi perlakuan seperti itu, kali ini darimu.
Lelaki yang hampir seluruh hidupku telah aku berikan untukmu
Sesungguhnya aku memiliki sederet daftar alasan untuk bisa saja menghapusmu dari hidupku
Namun karena satu alasan, aku enggan melakukannya, aku tetap mencintaimu. Karena aku yakin, kamu berbeda.
Dibalik segala rasa perih yang senantiasa kamu hadiahkan kepadaku, setidaknya (dulu) di mataku kamu jauh lebih baik, karena tak pernah sekalipun kamu memaki dan mengasariku secara fisik.
Meski mungkin ditinggalkan untuk wanita lain yang lebih bisa membuatmu nyaman, sesungguhnya jauh lebih mampu menyakiti batinku.
Malam ini semuanya seolah lengkap.
Aku ingin sekali berteriak dan menangis, mendapati kini kamu bukan lagi kamu yang kukenal.
Makian dan teriakan itu meluncur begitu saja dari bibir indahmu.
Aku mengerjap tak percaya.
Meyakini hatiku bahwa laki-laki yang ada dihadapanku saat itu benar kamu.
Aku ketakutan
Semua trauma buruk masa lalu seakan terhambur keluar dari kotaknya.
Aku pun berada pada titik dimana aku tak lagi yakin aku layak untuk siapapun
Karena dengan siapapun aku, pada akhirnya aku hanya akan jadi tempat pelampiasan caci maki dan teriakan kasar.
Dengan tubuh lemah, aku menyeret langkah.
Aku harus pulang dan menutup diriku lagi
Kali ini mungkin tak terkecuali untuk siapapun
Aku habis terkoyak-koyak rasa perih
Malam ini, aku akan tidur berselimut memori buruk itu
Aku memaki diriku sendiri sepanjang malam, hingga aku terlelap
Dan bangun esok pagi masih dengan doktrin yang sama
Bahwa di matamu aku hanya si bodoh yang apatis dan tak tahu diri
Bodoh.